"Segala sesuatu berubah, kalau pun ada yang tak berubah, mungkin hanya perubahan itu sendiri"
Bukan apa-apa, kalau dipikir lagi .. emang bener. Cuaca berubah, harga barang berubah, trend mode berubah, tarif angkot berubah, sifat orang juga berubah. Gak usah ngomongin orang lain, ding. Aku sendiri juga berubah. Prinsip, selalu dipertahankan. Dijadikan pedoman hidup, dan sekaligus tameng terhadap dorongan untuk mengubah haluan. Prinsip emang perlu dijaga, tapi kondisi sering berkata lain Hwaa!
Kadang kala, kalau ditanya orang, "apa komitmen di dalam hidup?" Kaya'nya yang bisa aku jawab : "Komitmenku, adalah untuk tidak berkomitmen" Paradoksial yah, bikin yang bertanya ngerasa sial
Tapi itulah indahnya hidup, coy. Aku gak pernah tahu apa yang ada di depan. Aku bisa merencanakan setiap langkah, demi satu tujuan. Aku bisa atur tiap mata rantai di dalam hidupku, untuk menyusun reaksi berantai yang menghasilkan satu ledakan. Tapi kadang yang meledak cuma ban kereta (sepedar motor, red.)
Satu-satunya kekuatan yang bisa menyemangati dalam menyongsong masa depan, hanyalah pengharapan. Berharap segala sesuatunya indah pada masa depan. Tapi jangan harap aku akan menangisi hidup kalau apa yang ku harapkan tak kesampaian. Buatku, itu namanya bersikap tidak adil. Kehidupan punya kebijakannya sendiri.
Kalau ada yang ngerasa aliena sebelumnya terlalu *halah*, nih aku kasih sedikit ucapan yang kurang-sentimentil : Berhentilah berharap! Dengan begitu, kalau kenyataan tidak sesuai dengan pengharapan, rasanya tidak begitu sakit. Kecuali emang dari awal gak pernah berharap, dan hanya go-with-the-flow (kaya' tai' hanyut) .. you're on your way to nirvana, man
indah menurut qta blum tentu indah menurut org lain khan nich?
sama dengan sepiring singkong rebus yang disiram gula merah, yg menurutqu nikmat kali, tp belum tentu enak mnurut nich..jd takaran apa yg digunakan u/ ukuran 'indah' itu??
n soal perubahan, prinsip dijadikan tameng untuk tidak mengubah haluan, tp gmn dgn sekitar qta (orang, gaya hidup, jobdesc, termasuk trayek angkot di depok) yang ikut2an berubah, yg mw ngga mw mpngaruhi mata rantai atw me bilang 'jaring laba-laba' yag qta susun?? (ingat kata itu khan nich :)
disaat qta berusaha mempertahankan diri dgn idealisme or prinsip, blum tentu org anggap itu benar n parahnya lagi bahkan bisa ngecewain 'org dskitar qta' (orang dskitar tidak termasuk tetangga sbelah kamar kost loh nich).
ada pertentangan kepentingan dsini, bipolar, ttg 'aq' dan 'org laen'
pengharapan pasti ada disetiap org, paling ngga 'tai hanyut' itu pasti masih sedikit berharap klu 'dia' bakal ngga nyangkut di selokan depan rumah si 'polan' or ikut nyangkut di tumpukan sampah yg baru nich buang..
well, cuman 'sedikit' comment dari org yg lagi nunggu 'lunch time' :)
singkong rebus yang disiram gula merah, mm .. menurutku itu enak, koq
beauty is on the eye of the beholder, keindahan tergantung yang memandang (sesuatu yang relatif)
ibarat lukisan pemandangan, kalau yang ngelukis Van Gogh *misalnya* maka lukisan itu kelihatan bagus. Nah, orang bisa menghargai lukisan itu demikian tinggi. Tapi coba kalau aku yang lukis, apa bisa mendapat apresiasi yang sama?
Padahal, sebenarnya lukisan kami berdua same-same cuma imitasi murahan dari karya agung The One Up-There ..
'jaring laba-laba' .. ingat :) it's been years
Well, kadang kala, orang yang bertahan dengan prinsipnya bakalan tertekan dengan perubahan yang memaksa. Aku bukan penganut paham hukum-alam 'survival of the fittest', tapi kadang emang rasa tertekan itu membuat orang merasa bahwa dia udah gak ditempat yang semestinya. Gugur secara seleksi alam.
Seperti cerita; orang satu kampung yang gak nerima metode pengobatan medis (lebih getol sama praktek Mbah Saritem). Anak-anak KOAS yang datang ke kampung itu, biasanya juga merasa tertekan, merasa ditolak .. rejected. Mayoritas menang!
Tapi itu semua demi satu kebaikan, kan? Relatif, memang (lagi-lagi relatif). Tinggal nentuin, kebaikan untuk siapa yang harus jadi prioritas.
BTW, tuh tai' anyut dah sampai mana yak?